Selasa, 10 Juli 2012

Barang Milik Negara



Pengelolaan barang milik negara meliputi: 
a.  perencanaan kebutuhan dan penganggaran; 
b. pengadaan; 
c.  penggunaan; 
d. pemanfaatan; 
e.  pengamanan dan pemeliharaan; 
f. penilaian; 
g.  penghapusan; 
h. pemindahtanganan; 
i.   penatausahaan; 
j.   pembinaan, pengawasan dan pengendalian. 

Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian  kebutuhan  barang  milik negara untuk menghubungkan  pengadaan  barang  yang  telah  lalu dengan  keadaan  yang  sedang  berjalan  sebagai  dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.

Perencanaan  kebutuhan  barang  milik  negara disusun dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja setelah memperhatikan ketersediaan barang milik negara yang ada. 

Perencanaan  kebutuhan  barang  milik  negara berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan standar harga. Standar  barang  dan  standar  kebutuhan  ditetapkan  oleh  pengelola barang setelah berkoordinasi dengan instansi atau dinas teknis terkait. 

Pengguna barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh kuasa pengguna barang yang berada di bawah lingkungannya. Pengguna   barang   menyampaikan   usul   rencana kebutuhan barang milik negara/daerah kepada pengelola barang. Pengelola barang bersama pengguna barang membahas usul tersebut dengan memperhatikan data barang pada pengguna  barang  dan/atau  pengelola  barang  untuk ditetapkan  sebagai  Rencana  Kebutuhan  Barang  MilikNegara (RKBMN). 

Pengadaan   barang   milik   negara  dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip  efisien,  efektif,  transparan  dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel.

Pengelolaan Barang Milik Negara


 

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA
(STATE PROPERTY MANAGEMENT)

Oleh: Pokja RPP Pengelolaan BMN/D pada KPMK

A. PENGANTAR
BMN/D memiliki fungsi yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan tetapi dalam pelaksanaan pengelolaannya sarat dengan potensi konflik kepentingan. Gambaran umum pengelolaan BMN/D selama ini adalah:
  1. Belum lengkapnya data mengenai jumlah, nilai, kondisi dan status kepemilikannya
  2. Belum tersedianya database yang akurat dalam rangka penyusunan Neraca Pemerintah.
  3. Pengaturan yang ada belum memadai dan terpisah-pisah (Lampiran I).
  4. Kurang adanya persamaan persepsi dalam hal pengelolaan BMN/D.
Makalah ini dimaksudkan untuk menguraikan mengenai pokok-pokok pengaturan pengelolaan Barang Milik Negara sesuai UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta arah penyusunan pedoman pelaksanaan di bidang pengelolaan BMN, sebagai tindaklanjut dari UU No. 1 Tahun 2004.

B. PENGATURAN PENGELOLAAN BMN SESUAI UU 1/2004 DAN UU 17/2003
Undang-undang No. 1 Tahun 2004 mengamanatkan pengelolaan BMN dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Adapun pokok-pokok pengaturan pengelolaan BMN sesuai Undang-undang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut:
  1. Adanya pemisahan peran antara pengelola dan pengguna (pasal 42, 43, dan 44 UU No. 1/2004), yang selanjutnya perlu pengaturan yang jelas mengenai hak dan kewajiban antara pengelola dan pengguna;
  2. Barang Milik Negara yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindahkan (Pasal 45 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004). Dengan demikian, pemanfaatan BMN oleh pengguna diarahkan untuk penyelenggaraan Tupoksi masing-masing.
  3. Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR (Pasal 45 ayat (2) UU No. 1 Tahun 2004).
  4. Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada butir 3 di atas adalah untuk pemindahtanganan BMN yang berupa tanah dan bangunan, dengan beberapa pengecualian. Persetujuan DPR juga diperlukan untuk pemindahtanganan BMN diluar tanah dan bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Sedangkan pemindahtanganan BMN diluar tanah dan bangunan yang bernilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Presiden, dan yang bernilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan (Pasal 46 UU No. 1 Tahun 2004).
  5. Penjualan BMN prinsipnya dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu yang pengaturan lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah (Pasal 48 UU No. 1 Tahun 2004).
  6. BMN yang berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Pusat harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia yang bersangkutan (Pasal 49 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004). Yang perlu diatur lebih lanjut adalah apakah sertifikasi tanah tersebut atas nama Pemerintah RI atau atas nama Pemerintah RI c.q Menteri Keuanganatau atas nama Pemerintah RI c.q. instansi/ kementerian/lembaga pengguna , karena masing-masing alternatif memiliki implikasi yang berbeda. Demikian juga untuk sertifikasi tanah-tanah pemerintah daerah. Dalam kaitannya dengan sertifikasi tanah dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) UU No. 1/2004 diamanatkan perlunya pengaturan pelaksanaan oleh Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara berkoordinasi dengan lembaga yang bertanggungjawab di bidang pertanahan;
  7. Bangunan Milik Negara harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan dengan tertib (Pasal 49 ayat (2) UU No. 1/2004).
  8. Khusus untuk tanah dan bangunan (pasal 49 ayat (3)) apabila tidak dimanfaatkan untuk menunjang Tupoksi wajib diserahkan kepada Menteri Keuangan.
  9. BMN dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah, dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman, dan dilarang untuk dilakukan penyitaan (Pasal 49 ayat (4) dan (5) serta pasal 50 huruf c dan d UU No. 1 Tahun 2004).
  10. Ketentuan mengenai pedoman teknis dan administrasi pengelolaan BMN diatur dengan peraturan pemerintah (Pasal 49 ayat (6) UU No. 1 Tahun 2004).

C. BATASAN PENGATURAN DALAM RPP
1. Negara

Pengertian atau batasan ”Negara” dalam kata ”Barang Milik Negara (BMN)” adalah Pemerintah RI, dalam arti kementerian negara/lembaga. Pengertian lembaga adalah sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 6 ayat (2) huruf b UU No. 17/2003, yaitu lembaga negara dan lembaga pemerintah nonkementerian negara.
2. Barang Milik Negara (BMN)

Yang dimaksud BMN sesuai dengan pasal 1 butir 10 UU No 1 Tahun 2004 adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. BMN dimaksud dapat berada di semua tempat, tidak terbatas hanya yang ada pada kementerian/lembaga, namun juga yang berada pada Perusahaan Negara dan BHMN atau bentuk-bentuk kelembagaan lainnya yang belum ditetapkanstatusnya menjadi kekayaan negara yang dipisahkan. Sedangkan terhadap BMN yang statusnya sudah ditetapkan menjadi kekayaan Negara yang dipisahkan diatur secara terpisah dari ketentuan ini.
Untuk barang-barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dapat lebih mudah identifikasinya sebagai bagian dari BMN. Sedangkan untuk barang-barang yang berasal dari perolehan yang sah perlu adanya batasan yang lebih jelas, mana yang termasuk sebagai BMN. Dalam hal ini, batasan pengertian barang-barang yang berasal dari perolehan yang sah adalah barang-barang yang menurut ketentuan perundang-undangan, ketetapan pengadilan, dan/atau perikatan yang sah ditetapkan sebagai Barang Milik Negara .
3. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Sesuai pasal 48 ayat (2) dan penjelasan atas pasal 49 ayat (6) UU No. 1 Tahun 2004, ruang lingkup pengaturan pengelolaan BMN dalam Peraturan Pemerintah meliputi penjualan barang melalui pelelangan dan pengecualiannya, perencanaan kebutuhan, tata cara penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan dan pemindahtanganan. Rumusan tersebut merupakan siklus minimal atas seluruh mata rantai siklus pengelolaan barang milik negara/daerah (asset management cycle).

D. LANDASAN PEMIKIRAN PENGELOLAAN BMN
Landasan-landasan pemikiran yang digunakan dalam pengaturan pengelolaan BMN meliputi:
1. Landasan Filosofi
Hakekat BMN/D merupakan salah satu unsur penting penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka NKRI untuk mencapai cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, pengelolaan BMN/D perlu dilakukan dengan mendasarkan pada perturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan dimaksud.
2. Landasan Operasional
Landasan Operasional Pengelolaan BMN/D lebih berkaitan dengan kewenangan institusi atau Lembaga Pengelola/Pengguna Barang milik negara, yang dapat dikemukakan sebagai berikut :
  • Pengelolaan Kekayaan Negara yang bersumber pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 adalah Negara adalah badan penguasa atas barang negara dengan hak menguasai dan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Instansi pengelolanya adalah instansi pemerintah departemen/LPND yang diberikan wewenang untuk itu. Tanah oleh Badan Pertanahan Nasional, Tambang oleh Departemen Sumber Daya Mineral dan Energi, laut dan kekayaannya oleh Departemen Kelautan dan sebagainya. Pengaturan atas pengelolaan barang milik negara dalam ruang lingkup ini telah diatur dalam berbagai undang-undang.
  • Pengelolaan Barang milik negara yang bersumber pada pasal 23 UUD 1945 adalah Negara sebagai Pemerintah Republik Indonesia yang dapat memiliki barang atau sesuatu sebagai aset kekayaan pemerintah dengan tujuan untuk menjalankan roda pemerintahan. Instansi pengelola adalah Presiden yang didelegasikan kepada Menteri Keuangan dan instansi pengguna adalah kementerian negara/lembaga.
3. Landasan Yuridis
Acuan dasar dalam pengelolaan BMN/D tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No 1 Tahun 2004, khususnya Bab VII dan Bab VIII pasal 42 s/d pasal 50. Untuk itu seluruh Peraturan Perundang-undangan yang ada perlu dikaji kembali termasuk penerapannya untuk disesuaikan dengan acuan trsebut di atas.
4. Landasan Sosiologis
Rasa ikut memiliki ( sense of bilonging ) masyarakat terhadap BMN/D merupakan wujud kepercayaan kepada pemerintah yang antara lain diwujudkan dalam bentuk keterlibatannya dalam merawat dan mengamankan BMN/D dengan baik. Namun, masih ditemui adanya pandangan sebagian anggota masyarakat bahwa BMN adalah milik rakyat secara bersama, yang diwujudkan adanya usaha-usaha untuk memanfaatkan dan memiliki BMN/D tanpa memperhatikan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, misalnya penguasaan, penyerobotan, atau penjarahan tanah-tanah negara. Pengaturan yang memadai mengenai pengelolaan BMN/D antara lain diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengamanan dan optimalisasi pendayagunaan BMN/D dengan selalu mendasarkan pada kaidah-kaidah atau ketentuan yang berlaku.

E. AZAS-AZAS PENGELOLAAN BMN
Pengelolaan BMN dilaksanakan dengan memperhatikan azas-azas sebagai berikut:
  1. Azas fungsional
    Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah dibidang pengelolaan BMN dilaksanakan oleh pengelola dan/atau pengguna BMN sesuai fungsi, wewenang, dan tangung jawab masing-masing.
  2. Azas kepastian hukum
    Pengelolaan BMN harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan, serta azas kepatutan dan keadilan.
  3. Azas transparansi (keterbukaan)
    Penyelenggaraan pengelolaan BMN harus transparan dan membuka diri terhadap hak dan peran serta masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar dan keikutsertaannya dalam mengamankan BMN.
  4. Efisiensi
    Penggunaan BMN diarahkan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan Tupoksi pemerintahan secara optimal.
  5. Akuntanbilitas publik
    Setiap kegiatan pengelolaan BMN harus dapat dipertaggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara.
  6. Kepastian nilai
    Pendayagunaan BMN harus didukung adanya akurasi jumlah dan nominal BMN. Kepastian nilai merupakan salah satu dasar dalam Penyusunan Neraca Pemerintah dan pemindahtanganan BMN.

F. LINGKUP PENGATURAN PENGELOLAAN DALAM RPP
Untuk merumuskan siklus yang lebih lengkap, maka ruang lingkup Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang sedang dalam proses pembahasan, yang khusus terkait dengan pengelolaan BMN meliputi:
  1. Pengertian, maksud dan tujuan, asas-asas, lingkup BMN;
  2. Pejabat pengelolaan BMN, yang berkedudukan sebagai pengelola, dan pengguna BMN beserta hak dan kewajibannya);
  3. Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan, yang terkait dengan perencanaan kebutuhan BMN dan perolehan (kegiatan atau proses suatu kekayaan/barang menjadi BMN), terutama yang berasal dari pengadaan;
  4. Penguasaan, Penetapan Status dan Penggunaan, mengenai ketentuan penetapan BMN pihak yang berhak menggunakan dan batasan hak, kewenangan dan kewajiban dalam penggunaan BMN.
  5. Pemanfaatan, yang berisi tentang ketentuan pemanfaatan BMN, pihak yang berhak menentukan pemanfaatan BMN, dan batasan hak, kewenangan dan kewajiban dalam pemanfaatan BMN;
  6. Pengamanan, yang berisi tentang pengaturan pengamanan dari segi administrasi, hukum dan fisik;
  7. Penilaian, tentang ketentuan mengenai penilaian BMN dalam rangka pemanfaatan, pemindahtanganan, dan pelaporan BMN;
  8. Penghapusan, mengenai pertimbangan penghapusan, tindak lanjut penghapusan, dan prosedur penghapusan;
  9. Pemindahtangan, mengenai ketentuan-ketentuan mengenai penjualan, pertukaran, hibah, penyertaan pemerintah atas BMN;
  10. Penatausahaan, pengaturan tentang pendataan atas seluruh kekayaan yang ada pada seluruh kementerian negara/lembaga baik di lingkungan Pemerintah Pusat dan kekayaan yang ada pada pihak lain, misalnya BUMN dan Badan Usaha lainnya; kegiatan pencatatan dan pembukuan; dan kegiatan pelaporan;
  11. Pengawasan/Pengendalian, pengaturan tentang pengawasan atau pengendalian atas penggunaan, pemanfaatan dan pemindahtanganan BMN;
  12. Sanksi/Tuntutan Ganti Rugi terkait dengan pengelolaan BMN

G. TAHAP PENYELESAIAN PENYUSUNAN RPP
Tahap-tahap yang telah dilaksanakan dalam penyusunan RPP dimaksud meliputi:
  1. Seminar ”Naskah Akademis”;
  2. Menghimpun masukan-masukan dari nara sumber terkait;
  3. Penyusunan pointers pengaturan di bidang pengelolaan BMN;
  4. Drafting materi ke dalam RPP
Tahapan-tahapan berikutnya dalam penyelesaian RPP meliputi:
  1. Penyelesaian drafting RPP dan penyempurnaan legal draftingnya
  2. Seminar draft RPP
  3. Penyeahan RPP kepada KPMK sampai dengan penyelesaian menjadi PP pada Sekretariat Nrgara;

Aset Misterius Rp 30 M Dihapus dari APBD Sumedang


Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD) akan melakukan koreksi terhadap aset Rp 30 miliar yang misterius. Koreksi dilakukan dengan cara menghapus aset senilai Rp 30 miliar itu dari neraca anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Kami sudah melakukan penelusuran dokumen dan ternyata ada kesalahan pencatatan. Aset Rp 30 miliar itu milik Pemerintah Provinsi Jabar," kata Kepala DPPKAD, Zaenal Alimin di ruang brifing Pemkab Sumedang, Senin (9/7/2012).
Menurutnya, saat perubahan APBD 2005 ada bantuan Pemprov Jabar untuk pembebasan lahan di proyek Jatigede. "Bantuan Pemprov itu untuk pembebasan lahan di Desa Cibogo, Kecamatan Darmaraja besarnya Rp 29,924 miliar lebih," katanya.
Disebutkan pada tahun itu sumber dana pembebasan masih belum jelas. "Sehingga provinsi juga mengalokasikan untuk pembebasan lahan pada 2005 dan 2006," katanya.
Pembebasan lahan itu dilakukan pada tahun 2005 dan terserap dana Rp 15 miliar lebih. "Kemudian sisanya digunakan pada tahun 2006 sekitar Rp 14 miliar lebih untuk pembebasan lahan," katanya.
Disebutkan saat ini surat pernyataan pelepasan penyerahan atas tanah berada di provinsi. "Artinya itu aset provinsi dan kami akan menghapus aset Rp 30 miliaran itu dari neraca APBD," katanya.
Ia mengatakan aset Rp 30 miliar itu masuk ke aset Pemkab Sumedang karena sebelumnya masuk dalam belanja modal. "Sehingga dianggap dan dicatatkan menjadi aset," katanya.
Dalam neraca APBD dengan kode rekening 1.3.1.27.01 tertulis tanah perikanan Rp 29.924.843.373. "Memang untuk pembebasan lahan itu tidak ada kode rekeningnya sehingga dimasukkan kode rekening dengan uraian tanah perikanan. Mengapa perikanan karena Bendungan Jatigede itu nantinya berfungsi juga sebagai kawasan perikanan," kata Zaenal.
Sekretaris Badan Anggaran (Banggar) DPRD, Nurdin Zen menyebutkan pemerintah tidak bisa main hapus saja terhadap aset Rp 30 miliar itu. "Aset itu tercatat dalam APBD 2005 dan 2006 sebagai bantuan provinsi dan masuk ke APBD. Apalagi ada Surat Perintah Mencairkan (SPM) nomor 3594 tertanggal 13 November 2006," kata Nurdin di gedung DPRD, kemarin.
Menurutnya, untuk SPM tahun 2005 masih sedang dicari. "Pihak DPPKAD masih mencarinya karena sudah masuk gudang arsip. Artinya bantuan provinsi itu sudah masuk APBD, sekarang harus ditunjukan peruntukan dan lokasinya dimana jadi tak bisa main hapus saja," kata Nurdin.
Ketua Banggar, Atang Setiawan meminta harus dicek dulu ke pemberi bantuan sampai penerima bantuan. "Pemberi bantuan itu Pemprov Jabar jadi harus dicek ke provinsi," katanya.

Senin, 09 Juli 2012

Budaya Organisasi Dalam Manajemen


Budaya Organisasi Dalam Manajemen 
1.       Apa yang dimaksud dengan budaya organisasi dan tipe budaya organisasi apa
Saja yang anda ketahui  ?
2.       Bagaimana perusahaan dapat menerapkan budaya organisasi ?
3.       Sumber apa yang digunakan perusahaan untuk menerapkan budaya organisasi ?
4.       Mengapa karyawan perlu belajar budaya organisasi ?

1.       Budaya organisasi adalah system yang dipercayai dan nilai yang dikembang oleh
Organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri
Ada 4 sistem budaya organisasi yaitu :
a.       Sistem Terbuka :   Orang mengakui bahwa lingkungan eksternal memainkan peran penting dan dipandang sebagai sumber penting dari ide-ide, energi, sumber daya, dll
b.      Tujuan Rasional: Anggota melihat organisasi sebagai efisien, rasional, menemukan dan menentukan efektivitas unit dalam hal produksi atau tujuan ekonomi yang memenuhi persyaratan eksternal.
c.       Internal Proses: Anggota memberikan sedikit perhatian ke dunia luar, tidak hanya fokus ke dalam dan  tujuannya adalah untuk menciptakan unit internal yang efisien, stabil, dan dikendalikan
d.  Manusia hubungan: orang menekankan nilai hubungan interpersonal resmi daripada struktur formal dan nilai tempat yang tinggi pada pemeliharaan organisasi dan kesejahteraan anggotanya, menentukan efektivitas dalam hal pengembangan pribadi dan komitmen
2.  Budaya organisasi dapat diterapkan oleh perusahaan dengan cara memberikan
      Training dan pengajaran kepada para karyawan selaku anggota organisasi agar
      tujuan perusahaan tercapai.
3.  Sumber yang digunakan perusahaan untuk menerapkan budaya organisasi adalah
      sumber daya manusia yaitu karyawan selaku anggota organisasi.
4.  karyawan adalah anggota organisasi dimana setiap karyawan mempunyai
      Kontribusi untuk tercapainya tujuan perusahaan jadi setiap karyawan wajib
      Mengerti dan memahami budaya organisasi. Budaya organisasi mengajarkan
       Banyak hal misalkan tentang birokrasi perusahaan dll.




Akuntansi Aset Tetap


AKUNTANSI  ASET  TETAP


Tujuan Pembelajaraan Umum:
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melaksanakan proses akuntansi aset tetap

Tujuan Pembelajaran Khusus:
  1. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep aset tetap dalam kaitannya dengan akuntansi.
  2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang berhubungan dengan akuntansi aset tetap.
  3. Mahasiswa dapat mencatat transaksi aset tetap.
  4. Mahasiswa dapat menyajikan akun-akun yang berhubungan dengan  aset tetap dalam laporan keuangan.


Konsep Aset Tetap
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 aset tetap adalah aset berwujud (tangible fixed assets) yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. masa manfaatnya lebih dari satu tahun;
  2. digunakan dalam kegiatan perusahaan;
  3. dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan; serta
  4. nilainya cukup besar.
Contoh dari aset tetap adalah (mobil) kendaraan. Mobil mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan, seperti mengirim barang ke pembeli, mobil inventaris direksi perusahaan. Mobil yang dikategorikan sebagai aset tetap tidak untuk dijual kembali. Apabila untuk dijual kembali, misalnya bagi perusahaan dealer mobil, maka mobil dalam hal ini termasuk kelompok persediaan. Selain itu nilainya cukup besar untuk sebuah aset. Peralatan yang nilainya relative kecil, seperti sendok, piring, gelas, meskipun mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dikelompokkan ke dalam aset tetap.

Biaya Perolehan
Semua biaya yang terjadi untuk memperoleh suatu aset tetap samapi tiba di tempat dan siap digunakan harus dimasukkan sebagai bagian dari harga perolehan (cost) aset yang bersangkutan. Dengan demikian harga perolehan suatu aset tetap tidak terbatas pada harga belinya saja.
Berikut adalah contoh biaya perolehan tanah.

  • Harga beli tanah
Rp 100.000.000,-
  • Biaya pembuatan akta jual beli tanah
Rp     7.500.000,-
  • Biaya balik nama ke perusahaan
Rp     2.500.000,-
  • Biaya pengurugan tanah
Rp   10.000.000,-
  • Biaya perataan tanah sampai siap bangun
Rp   15.000.000,-
JUMLAH
Rp 135.000.000,-

Berdasarkan semua biaya yang dikeluarkan di atas, maka biaya perolehan untuk tanah adalah Rp 147.500.000,-. Sementara untuk mesin (peralatan) biaya perolehan dapat terdiri dari harga beli, biaya kirim, biaya instalasi (pemasangan), biaya training untuk operator, dan biaya set up.
Perolehan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara. Biasanya melalui pembelian tunai, pembelian kredit, pembelian dengan angsuran maupun leasing.

Penyusutan
Semua jenis aset tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa bersamaan dengan berlalunya waktu. Beberapa factor yang mempengaruhi menurunnya kemampuan ini adalah karena pemakaian, keausan, ketidakseimbangan kapasitas yang tersedia dengan yang diminta dan ketetinggalan teknologi.
Berkurangnya kapasitas berarti berkurangnya nilai aset tetap yang bersangkutan. Hal ini perlu dicatat dan dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aset tetap berwujud disebut penyusutan (depresiasi / depreciation).  Penyusutan dapat dihitung tiap-tiap bulan atau ditunda sampai dengan akhir tahun.
Terdapat beberapa metode untuk menghitung penyusutan aset tetap berwujud. Ada dua factor yang mempengaruhi besarnya penyusutan, yaitu
a)      Nilai aset tetap yang digunakan dalam perhitungan pernyusutan (dasar penyusutan), dapat berupa harga perolehan atau nilai buku.
b)      Taksiran manfaat, mencerminkan besarnya kapasitas / manfaat aset tetap selama dipakai. Taksiran ini dapat dinyatakan dalam lamanya jangka waktu pemakaian atau kapasitas produksi yang dihasilkan. Untuk menghitung penyusutan, taksiran manfaat dinyatakan dalam tarif penyusutan.
Dari uraian di atas, maka secara umum penyusutan aset tetap dapat dihitung dengan rumus:

Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan
 





Berikut adalah metode yang lazim digunakan untuk penyusutan aset tetap.

  1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Metode garis lurus menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama setiap tahun sepanjang umur manfaat suatu aset tetap. Rumus yang digunakan untuk menghitung biaya penyusutan per tahun dengan metode ini adalah:



Harga Perolehan Aset Tetap
-
Nilai Sisa
Biaya Penyusutan
=
---------------------------------------------------------


Umur Ekonomis

 Sebagai contoh, asumsikan bahwa biaya akuisisi aset tetap adalah Rp 24.000.000,-, dimana estimasi nilai sisa adalah Rp 2.000.000,- dan manfaat ekonomisnya 5 tahun. Penyusutan tahunan aset tersebut dihitung sebagai berikut:

Rp 24.000.000 -  Rp 2.000.000
-------------------------------------- = Rp 4.400.000,- penyusutan per tahun.
                        5 tahun
Jika suatu aset tidak digunakan setahun penuh, maka penyusutan tahunannya disesuaikan menurut lamanya pemakaian. Mislkan aset tetap di atas digunakan mulai 1 Oktober, sedangkan akhir tahun fiskal adalah 31 Desember. Maka penyusutan untuk tahun pertama adalah Rp 1.100.000,- (Rp 4.400.000,- x 3/12).
Untuk kemudahan penerapan meted garis lurus,, penyusutan tahunan bisa dikonversi ke persentase biaya yang dapat disusutkan. Persentase ini ditentukan dengan membagi 100% dengan lamanya umur manfaaat. Sebagai contoh, jika umur manfaatnya 20 tahun, maka persentase penyusutan tahunannya adalah 5% (100% dibagi 20). Jika umur manfaatnya 8 tahun maka persentase beban penyusutan tahunannya adalah 12,5% (100% dibagi 8). Dengan demikian pada contoh di atas, biaya penyusutan di atas dapat dihitung dari Rp 22.000.000 dikali 20% (100%/5).
Metode garis lurus sangat sederhana dan digunakan secara luas. Mtode ini menciptakan transfer biaya yang wajar ke beban periodic jika pemanfaatan aset dan pendapatan yang terkait dengan pemakaian sama dari period eke periode.


  1. Metode Unit Produksi (Unit Production Method)
Jika tingkat pemanfaatan aset tetap bervariasi dari tahun ke tahun, dan lamanya umur ekonomis berkaitan erat  dengan tingkat pemakaian, maka metode unit produksi lebih tepat dipakai daripada metode garis lurus. Karena, metode unit produksi mampu membandingkan lebih baik beban penyusutan dengan pendapatan terkait.
Metode Unit Produksi (Unit Production Method) menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama bagi setiap unit yang diproduksi atau setiap unit kapasitas yang digunakan oleh aset. Untuk menerapkan metode ini umur manfaat aset diekspresikan dalam istilah unit kapasitas produktif seperti jam atau mil. Total beban penyusutan untuk setiap periode akuntansi kemudian ditentukan dengan mengalikan penyusutan per unit dengan jumlah unit yang dihasilkan atau digunakan selama periode dimaksud. Sebagai contoh asumsikan bahwa sebuah mesin dengan harga perolehan Rp 240.000.000,- dan prediksi nilai sia Rp 20.000.000,- diperkirakan memiliki umur manfaat 10.000 jam operasi. Dari data tersebut maka penyusutan per jam diitung sebagai berikut:

Rp 240.000.000 – Rp 20.000.000
---------------------------------------- = Rp 22.000.000,- penyusutan per jam
            10.000 jam

Dengan mengasumsikan bahwa mesin dioperasikan 2.100 jam selama satu tahun, maka penyusutan tahun tersebut adalah Rp 46.200.000 ( Rp 22.000.000 x 2.100 jam).


  1. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Metode saldo menurun menghasilkan beban periodic yang terus menurun sepanjang estimasi umur manfaat aset. Untuk menerapkan metode ini, tariff penyusutan garis lurus tahunan terlebih dahulu harus digandakan. Sebagai contoh tariff penyusutan saldo menurun atas suatu aset yang memiliki estimasi umur manfaat 5 tahun adalah 40% yaitu dua kali tariff garis lurus sebesar 20% (100% / 5).
Untuk tahun pertama, biaya aset dikalikan dengan tariff saldo menurun. Setelah tahun pertama,  nilai buku (book value) yang menurun (biaya dikurangi akumulasi penyusutan) dikalikan dengan tariff yang dimaksud. Sebagai contoh, penyusutan saldo menurun tahunan atas suatu aset yang memiliki umur manfaat 5 tahunan dan biaya $24.000 dikperlihatkan berikut ini:

Tahun
Harga Perolehan
Akumulasi Penyusutan Awal Tahun
Nilai Buku Awal Tahun

Tarif
Penyusutan Tahunan
Nilai Buku Akhir Tahun
1
$24,000
0
$24,000.00
X
40%
$9,600.00
$14,400.00
2
$24,000
$9,600.00
14,400.00
X
40%
5,760.00
$8,640.00
3
$24,000
15,360.00
8,640.00
X
40%
3,456.00
$5,184.00
4
$24,000
18,816.00
5,184.00
X
40%
2,073.60
$3,110.40
5
$24,000
20,889.60
3,110.40
X
-
1,110.40
$2,000.00









Perhatikan bahwa pada saat perusahaan menggunakan metode saldo menurun, estimasi nilai sisa tidak diperhitungkan dalam penentuan tariff penyusutan. Nilai sisa juga diabaikan dalam penghitungan periode penyusutan. Namun aset tidak boleh disusutkan melampaui estimasi nilai sisa. Dalam contoh di atas,estimasi nilai sisa adalah $2,000. Jadi penyusutan tahun ke-5 adalah $1,110.40 yaitu $3,110.40 dikurangi $2,000, bukan $1,244.16 yaitu dari 40% x $3,110.40.
Pengeluaran Modal dan Pengeluaran Pendapatan
Setelah perolehan, masih terdapat biaya-biaya yang muncul selama penggunaan aset tetap. Misalnya biaya pemeliharaan (maintenance), penambahan (additions), penggantian (replacements) atau perbaikan (repairs). Pada dasarnya pengeluaran-pengeluaran untuk aset tetap setelah perolehan dapat dikategorikan menjadi pengeluaran modal (capital expenditures) dan pegeluaran pendapatan (revenue expenditures).
Pengeluaran modal adalah pengeluaran-pengeluaran yang harus dicatat sebagai aset (dikapitalisasi). Pengeluaran jenis ini akan mendatangkan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, akan menambah efisiensi aset tetap, memperpanjang masa manfaat atau meningkatkan kapasitas atau mutu produksi. Yang termasuk dalam pengeluaran modal adalah penambahan AC pada mobil, penambahan teras pada gedung, penggantian generator pada sebuah mesin, perbaikan besar-besaran (overhaul).
Pengeluaran pendapatan adalah pengeluaran-pengeluaran yang hanya mendatangkan manfaat untuk tahun di mana pengeluaran tersebut dilakukan. Oleh karena itu pengeluaran ini dicatat sebagai beban. Contohnya adalah pemeliharaan dan perbaikan rutin sebuah mesin. Beban pemeliharaan dilakukan agar aset tetap selalu berada dalam keadaan baik. Sementara beban perbaikan dikeluarkan agar mesin tetap dalam keadaan baik hingga dapat beroperasi secara optimal.
                                                                                                           

Pengakuan Transaksi Aset Tetap
Aset tetap diakui oleh perusahaan apabila telah dilakukan transaksi pembelian aset tetap yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur pengakuan aset tetap akan melibatkan dua fungsi, yaitu:
  1. Fungsi Pembelian, bertanggung jawab terhadap proses pembelian aset tetap yang dibutuhkan oleh perusahaan, mulai dari jenis aset tetap, spesifikasi teknis aset tetap, harga beli aset tetap, biaya-biaya lain yang mugkin muncul sempai aset tetap tersebut siap digunakan.
  2.  Fungsi Akuntansi, bertanggung jawab terhadap pencatatan transaksi pembelian aset tetap, mulai dari nilai aset tetapnya sampai dapat ditentukannya biaya perolehan aktvia tetap yang bersangkutan. Selain itu fungsi akuntansi juga harus menghitung beban penyusutan setiap periodenya sesuai dengan metode penyusutan yang ditetapkan.


Akuntansi Aset Tetap
Proses akuntansi untuk aset tetap dimulai pada saat pembelian (perolehan) aset tetap. Selama aset tetap dimiliki dan digunakan oleh perusahaan, harus dilakukan perhitungan beban penyusutan setiap periode, biaya yang dikeluarkan untuk perawatan atau perbaikan aset tetap, penjualan aset tetap, penukaran sampai aset tetap tersebut habis umur ekonomisnya. 
Perlakuan disini merupakan penetapan transaksi aset tetap yang telah diakui ke dalam akun-akun yang menampung mutasi, yaitu terdiri dari:
  1. Aset Tetap (Fixed Asset) merupakan akun yang menampung nilai perolehan aset tetap yang telah diakui.
  2. Akumulasi  Penyusutan Aset Tetap (Accumulation of Depreciated of Fixed Asset) merupakan akun yang menampung jumlah akumulasi penyusutan aset tetap.
  3. Beban Depresiasi Penyusutan Aset Tetap (Accumulated of Depreciation Expenses) merupakan akun yan menampung beban periodic penyusutan aset tetap yang telah dihitung sesuai dengan metode dan aturan yang ditetapkan.


Penetapan Aset Tetap
Nilai aset tetap dinilai sebesar nilai bukunya, yaitu harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan. Tetapi bila manfaat ekonomi dari suatu aset tetap tidak lagi sebesar nilai bukunya, maka aset tersebut harus dinyatakan sebesar jumlah yang sepadan dengan nilai manfaat ekonomi yang tersisa. Penurunan nilai kegunaan aset tersebut dicatat sebagai kerugian.
Bila selama pemakaian aset tersebut menyerap biaya-biaya yang dapat dikategorikan sebagai pengeluaran modal (capital expenditure), maka pengeluaran tersebut akan menambah nilai aset yang bersangkutan. Sementara untuk penyusutannya haruslah ditetapkan. Apakah memperpanjang umur ekonomisnya atau menambah kapasitas produksi. Jika menambah umur ekonomis, maka dalam perhitungan penyusutan umur ekonomisnya haruslah diperhitungkan.


Pelaporan Aset Tetap
Aset tetap dilaporkan dalam neraca. Aset tetap harus dirindi menurut jenisnya, seperti misalnya tanah, gedung, mesin-mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lain. Akumulasi disajikan sebagai pengurang terhadap aset tetap, baik secara sendiri-sendiri menurut jenisnya atau secara keseluruhan. Apabila di neraca akumulasi penyusutan dikurangkan secara keseluruhan, maka dalam catatan atas laporan keuangan perlu dibuatkan rincian harga perolehan masing-masing jenis aset serta masing-masing penyusutannya. Metode penyusutan yang dianut oleh perusahaan serta taksiran masa manfaat, perlu dijelaskan dalam laporan keuangan.
Akun aset tetap di buku besar perlu dibuatkan rinciannya   dalam buku aset tetap (fixed assets subsidiary ledger) . Buku tambahan ini merinci aset di buku besar menurut jenisnya. Untuk setiap aset tetap dibuatkan kartu tersendiri. Dari kartu-kartu aset tetap ini, pada saat tertentu dapat dibuatkan dafta rincian aset tetap. Berikut contoh kartu aset tetap.

Nama AsetTetap
: Mobil, sedanToyota
 Corolla, 1982

NomorAkun
:123-44
Seri Nomor
: B-1907-HA

Akun Buku Besar
:Kendaraan
Dibeli dari
:Astra Motor

Harga Perolehan
:Rp10.000
Penanggung jawab
:Bambang ST

TaksiranUmur
:5 tahun
Tanggal diperoleh
:2-1-200A

Nilai Sisa
:0



Metode Penyusutan
:Garis Lurus





Tanggal
Keterangan
Harga Perolehan
Akumulasi Penyusutan
Nilai Buku
200A




Jan2
Pembelian
10,000,000

10,000,000
Des 31
Penyusutan

2,000
8,000,000
200B




Des 31
Penyusutan

2,000
6,000,000
200C




Des 31
Penyusutan

2,000
4,000,000
200D




Des 31
Penyusutan

2,000
2,000,000
2005




Jun 15
Perbaikan

(1,750)
3,750,000

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More